BAB II
Masih tentang Andi, kekasihku yang telah tiada. Dia dulu seorang yang sangat pendiem, ga banyak omong, tetapi dia gemar ngutak-atik barang, tangannya ga bisa diam. Bukan karena dia suka mencuri, tapi sering membenahi barang, membetulkan barang yang rusak, ato sekedar membenarkan posisi barang yang kurang pas. Aku sering dibuatnya bete juga dengan sifatnya yang satu itu, namun perlahan-lahan, aku pun dapat menerimanya. Semenjak ketiadaanya dalam kehidupanku, sejujurnya aku menjadi sangat rapuh. Karena selama ini hanya kepada Andi lah aku berkeluh kesah, aku dapat bermanja-manja. Walau kedua orang tuaku masih ada, mereka berdua jarang berada di rumah. Kalaupu mereka dirumah pasti yang kulihat hanya debat dari keduanya saja tentang kerjaanya di kantor. Hanya bibi yang selalu setia menegurku dan mengingatkanku, suruh makan, suruh mandi, sholat, belajar dan sebagainya. Bibi usianya sudah tidak muda lagi, sudah masuk kepala 6, dia tidak punya keluarga lagi, hidupnya dia abdikan untuk keluargaku. Dan kami pun menganggap bibi sudah seperti keluarga sendiri. Bibi sangat sayang sekali padaku, dia sering sekali membuatkanku kue, kue cinta, begitu aku dan Andi menyebutnya. Hampir setiap aku makan kue buatan bibi aku menangis teringat akan Andi yang telah tiada. Oh Andi, kau kan selalu ada di dalam hatiku.
0 Response to "BAB II"
Post a Comment