Adsterra

Problem Anak Disaat Liburan: PR Menumpuk yang Tidak Dinilai Guru

Magister-pendidikan. Liburan panjang menjelang hari Lebaran yang dinanti telah tiba. Sebagian anak-anak sekolah di Indonesia sudah mulai libur sejak Sabtu kemarin, sementara sebagian lagi akan memasuki liburan sekolahnya pekan ini.

Jangankan anak-anak, kita saja para orang tua terutama para ibu, girangnya bukan main jika masa liburan telah tiba. Seolah terlepas sejenak dari "beban" kewajiban mengurusi segala sesuatu yang berkaitan dengan sekolah anak-anak. 

Bebas dari kewajiban membuatkan bekal untuk makan siang di sekolah, bebas dari kewajiban mendampingi anak mengerjakan PR, bebas dari kewajiban mengantar dan menjemput anak ke sekolah dan tempat les, dan lain-lain aktifitas sehari-hari yang cukup menguras pikiran dan tenaga. Lega rasanya saat anak-anak mendapatkan libur barang dua pekan. Cukuplah bagi kita untuk sejenak beristirahat, dan beralih pada kesibukan yang berbeda, seperti mengerjakan hobi atau mengunjungi keluarga dan teman.

Tapi tunggu dulu, benarkah di musim liburan ini, anak-anak kita benar-benar libur ? tidak bersentuhan dengan buku tulis dan pensil sama sekali? ataukah justru sebaliknya, mereka terpaksa mengisi liburan dengan kening berkerut dan keluh kesah berkepanjangan karena para guru di sekolah membekali murid-muridnya dengan tugas yang luar biasa banyaknya ?. Kalau sudah begini, apa boleh buat, kita para orang tuapun harus merelakan waktu untuk selalu mendampingi anak-anak belajar, yang itu artinya, membuat kita seolah kembali bersekolah.

Mengapa PR tetap diberikan di saat liburan ?

Ada satu masalah yang sering dihadapi para guru saat anak-anak kembali masuk sekolah setelah liburan usai, yakni sulitnya anak-anak memasuki materi pelajaran tertentu yang terputus karena libur. Kebanyakan anak-anak terlupa dengan materi yang sudah dibahas, karena jeda libur yang terlampau lama. Akibatnya guru harus mengulang menjelaskan dari awal lagi, dan ini berarti guru dan murid merugi waktu, karena seharusnya yang dibahas adalah materi berikutnya. Fenomena ini sangat kerap ditemukan, yang oleh sebab itu harus dicarikan solusinya.

Kemudian para gurupun memberikan Pekerjaan Rumah kepada murid-muridnya, dengan tujuan agar para murid tetap belajar di sela-sela waktu liburnya yang panjang, juga agar anak-anak tidak terlupa pada materi pelajaran yang sudah dibahas.

Selain itu, pemberian PR diharapkan dapat menjadi semacam "jembatan" yang menghubungkan antara proses belajar di sekolah dengan proses belajar di rumah. Kerjasama yang sinergis antara pendidikan di sekolah dan pendidikan di rumah (keluarga) memang sangat dibutuhkan. Hal ini menuntut pihak keluarga khususnya orang tua untuk terlibat secara aktif dalam proses pendidikan anak. Asumsinya, orang tua harus membantu anak memahami materi pelajaran yang sulit, mengingat faktor keterbatasan waktu di sekolah, dan keterbatasan perhatian guru yang harus memecah konsentrasinya pada semua muridnya dalam satu kelas dengan kemampuan setiap murid yang beragam pula.

PR itu sudah biasa. Tapi kalau terlalu banyak, ya bete juga !

Sampai disini sebetulnya tidak ada masalah karena alasan pemberian PR tersebut sangat masuk akal dan bermanfaat bagi anak. Namun akan berbeda permasalahannya jika PR yang diberikan oleh guru sangat banyak, dan setiap guru seolah berlomba memberikan seabrek PR kepada anak-anak kita. Walhasil, alih-alih liburan menyenangkan yang didapat oleh anak dan orang tua, anak-anak justru menjadi anti pati terhadap suatu pelajaran tertentu atau bahkan marah kepada gurunya. Secara psikologis hal ini tentu sangat merugikan anak-anak, karena bagaimanapun, anak-anak tidak boleh memiliki pandangan yang keliru terhadap proses belajar termasuk memendam perasaan yang negatif kepada para gurunya.

Dalam psikologi pendidikan disebutkan bahwa waktu efektif bagi seorang anak untuk berkonsentrasi belajar dengan duduk diam, mendengarkan penjelasan dan mengerjakan latihan soal , tak lebih dari 20 menit saja. Selebihnya anak akan merasa gelisah, teralihkan perhatiannya, dan ingin melakukan kegiatan yang lain. Oleh karena itu tak usah heran jika saat kita mendampingi anak mengerjakan PR nya, baru 20 menit, dia sudah tak sabar, inginnya mondar-mandir dengan banyak alasan. Yang ingin minumlah, ingin sambil makan permen, ingin ke toilet dulu, mengusik adik bayinya, dll. Sebetulnya bukan semua itu yang mereka butuhkan. Mereka hanya merasa bosan saja. Nah, itu jugalah yang terjadi di sekolah. Terbayang bukan, bagaimana seorang guru harus menghadapi ulah anak sekelas yang semuanya merasa bosan ? kalau guru tidak kreatif mensiasati keadaan ini, bisa cepat kena penyakit darting dia !

Apakah semua PR Itu diperiksa dan diberi nilai oleh guru ?

Kalau memang pada umumnya seorang anak hanya punya waktu konsentrasi belajar secara efektif hanya 20 menit, lalu mengapa guru harus memberikan PR yang harus dikerjakan anak dalam waktu 2 jam sehari selama seminggu ? sudah begitu semua guru memberikan PR yang sama banyaknya ? tak ada manfaatnya bukan ? karena percayalah, boleh jadi semua PR nya selesai, namun mereka mengerjakannya dengan gerutuan panjang pendek, yang membuat orang tua hanya bisa mengelus dada ( karena jujur, orang tuapun merasakan hal yang sama. Kesal karena terbawa sibuk membantu mengerjakan PR ! ).

Masih mending kalau saat masuk sekolah nanti semua PR yang segunung itu diperiksa dan diberi nilai. Masih agak terhiburlah hati anak-anak, apalagi kalau guru memberikan nilai bagus. Namun pada kenyataannya, banyak sekali guru yang sama sekali mengabaikan PR yang diberikan kepada murid-muridnya tanpa dinilai sama sekali, padahal PR itu jelas-jelas telah menyita sebagian waktu liburan anak- anak !

Sama sekali tidak diperiksa  nggak usah heran kalau guru semacam ini jadi sasaran kebencian dan kemarahan para murid di belakang punggungnya.

Jadi apa yang harus dilakukan ?

1. Saran Bagi Orang Tua

Bagaimanapun, PR memiliki manfaat yang besar bagi anak-anak kita. Libur yang terlampau panjang tanpa diisi sama sekali dengan kegiatan belajar (mengulang dan berlatih pelajaran di sekolah ) akan membuat anak terlena, hilang motivasi, atau terlupa pada materi pelajaran yang mungkin saja sesungguhnya sudah dia kuasai. Oleh karena itu orang tua harus mensupport anak-anak dalam mengerjakan tugas-tugasnya, yakni dengan mendampingi, kalau perlu membantu mereka menyelesaikan pekerjaannya.

Membantu mengerjakan PR ? ya, mengapa tidak ? boleh kok kita membantu anak mengerjakan PR, sebatas bukan kita yang mengerjakan semua PR itu, namun memberitahu cara termudah mengerjakannya. Termasuk seumpama membantu mencarikan sumber belajar di internet, membelikan alat- alat yang dibutuhkan untuk PR tertentu seperti membuat peta bumi, melakukan tanya jawab, atau bahkan sesederhana sekedar duduk disampingnya sambil membaca buku, sementara anak asyik mengerjakan PR nya. Percayalah, hanya sekedar melihat Ayah-Bundanya ada di sampingnya saja, terkadang sudah lebih dari cukup bagi seorang anak untuk bersemangat mengerjakan PR-PR nya sampai selesai.

Bagaimana jika PR yang diberikan guru sangat banyak dan menyita waktu liburan anak-anak ? tugas kitalah sebagai orang tua, untuk membantu mengatur jadwal mereka. Berilah pengertian, dan doronglah anak-anak untuk mencicil PR nya sedikit demi sedikit setiap hari, yang penting selesai. Jangan sampai karena kelalaian orang tua dan keasyikan liburan , anak- anak terpaksa merapel pekerjaannya yang segunung dalam waktu yang sangat sempit. Anak akan kelelahan, atau bahkan jatuh sakit, dan kita bisa jadi uring-uringan nanti.

Dan ini yang tak kalah penting : jangan lupa untuk selalu memeriksa dan memastikan anak-anak sudah benar mengerjakan PR nya. Wah, kok jadi terlihat seperti guru ya ? ya begitulah faktanya. Orang tua adalah guru yang utama bagi anak- anak. Itulah gunanya dahulu kita bersekolah. Ilmu yang kita miliki akan sangat bermanfaat bagi putra-putri kita, tak peduli apa profesi kita. Bersyukurlah bagi teman-teman yang berprofesi sebagai Ibu rumah tangga full timer. Itu artinya anda memiliki cukup banyak waktu untuk berkonsentrasi menjadi guru di rumah bagi anak-anak tercinta. Lalu bagaimana dengan Ayah-Ibu yang keduanya berkarir di luar rumah ? jawabannya sama saja : anda harus tetap meluangkan waktu untuk mendampingi anak-anak berlajar di rumah, jika anda ingin anak -anak sukses dalam pendidikannya. Atau anda ingin menyerahkan soal pendidikan anak-anak pada babysitter atau asisten rumah tangga barangkali ? pikirkanlah dampaknya baik-baik.

2. Saran Bagi Guru

Untuk bagian ini, saya serasa berkontemplasi, mengingatkan diri sendiri agar menjadi pendidik yang baik dan bertanggung jawab, yang kehadirannya di kelas selalu ditunggu anak-anak dengan penuh semangat.
Teman-teman Pendidik yang budiman, Ingatlah selalu bahwa mata pelajaran di sekolah itu bukan hanya mata pelajaran yang kita ajarkan saja. Masih banyak mata pelajaran lainnya . Ketika kita harus memberikan PR yang harus dikerjakan pada saat liburan, jangan pernah lupa bahwa guru lainpun ada kemungkinan melakukan hal yang serupa. Jika satu guru memberikan PR masing-masing 2 bab, maka berapa bab PR yang harus dikerjakan seorang anak untuk sedikitnya 10 mata pelajaran ? 20 bab bukan ? nah, apakah itu wajar bagi seorang anak ? apakah saat kita seusia mereka kita akan sanggup mengerjakannya ?

Berilah PR kepada murid-murid kita semata-mata karena motif manfaat, bukan motif yang lainnya, apalagi motif kewibawaan. Tak pernah ada ceritanya, guru berwibawa di mata para murid karena banyak memberikan PR, memberikan soal ulangan yang musykil, pelit nilai, atau bersikap galak. Anak-anak hanya akan takut pada kita, bukan merasa segan. Dan kita tahu, alangkah besarnya perbedaan antara makna takut dengan segan !

Selalulah menjalin komunikasi dengan rekan sejawat. Cari tahu sebanyak apa PR yang mereka berikan, agar anak-anak tidak terlalu terbebani dengan banyaknya PR yang kita berikan. Di saat liburan, anak-anak berhak libur, berhak istirahat. Mana mungkin mereka dapat beristirahat dan bersenang-senang, dapat bertumbuh kembang fisik dan mentalnya dengan baik, jika di saat liburanpun, mereka harus tetap terlibat dalam situasi yang serius, yang membuat mereka penat ?. Jika memang harus memberikan PR, upayakan agar waktu mereka tidak banyak tersita. Buatlah sedemikian rupa agar PR kita dapat diselesaikan anak-anak maksimal dalam waktu 30 menit saja. Yang penting anak-anak tidak melupakan pelajarannya.

Bersikaplah kreatif dalam memberikan PR. Jangan hanya menekankan segi kognitif saja. Anak-anakpun harus berkembang dalam sisi afektif dan psikomotoriknya. Sesungguhnya PR dapat dibuat sedemikian rupa agar anak-anak lebih merasa bermain ketimbang mengerjakan PR. Semisal tugas mengunjungi dan bersilaturahmi kepada guru TK, SD, atau SMP nya, tugas membuka dan membaca website yang kita tentukan, tugas membaca satu buku cerita/ novel, tugas mengunjungi taman kota, melihat-lihat kampus perguruan tinggi, tugas memotret pemandangan yang paling unik dan menarik di sekitar lingkungan tempat tinggal mereka, tugas menonton pertunjukkan seni, tugas mengunjungi museum, tugas wisata kuliner, dll, yang kesemuanya itu akan dipresentaskan di kelas di hadapan teman-temannya . Dan masih banyak lagi kreatifitas yang dapat dilakukan dalam memberikan PR kepada para siswa. Semua tugas itu sangat mungkin diintegrasikan dalam mata pelajaran apapun. Anak akan merasa senang, karena mereka dapat melakukannya sambil bermain.

Satu hal yang paling penting : jangan pernah membiarkan PR anak-anak terkumpul di meja kita atau di inbox email kita tanpa diperiksa dan dinilai. Kasihan mereka yang sudah bersusah payah mengerjakannya. Berilah penghargaan pada anak-anak yang rajin, jangan hanya pandai menghukum mereka yang tidak mengerjakan PR. Memeriksa dan menilai setiap pekerjaan murid, adalah tugas kita yang utama. Bagaimana kita bisa tahu tingkat pemahaman anak-anak, jika melihat PR mereka saja kita tak sudi ?. Atau, tak perlulah kita memberi PR jika kita tak sanggup memeriksa dan menilainya. Janganlah berbuat curang pada anak-anak, sekecil apapun. Tak ada yang lebih buruk daripada menjadi guru yang dibenci oleh muridnya sendiri.

Akhir kata, biarkanlah anak-anak bergembira ria di saat liburan. Mereka berhak mendapatkannya setelah sepanjang semester mereka belajar dengan keras dan rajin. Biarkanlah anak-anak mengisi liburannya dengan kegiatan yang bermanfaat dan menyehatkan. Menyehatkan fisik dan mentalnya. Jadilah guru dan orang tua yang bijak dalam menyikapi fenomena PR di saat liburan, demi keberhasilan pendidikan anak-anak kita tercinta. Nah, semoga bermanfaat, selamat mendidik ya teman-teman :)

___________________
Sumber : Harian Kompas Senin, 29 Juli 2013

0 Response to "Problem Anak Disaat Liburan: PR Menumpuk yang Tidak Dinilai Guru"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel