4 MODEL KELEMBAGAAN SEKOLAH SWASTA
Sekolah swasta merupakan entitas yang unik. Setiap sekolah memiliki sejarah berdiri dan perkembangan yang berbeda-beda, yang mengakibatkan pola managemen mereka berbeda satu sama lain. Secara umum pola managemen tersebut dapat dipilahkan menjadi empat model berikut, di mana masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
1. Tanpa Patron
Ini adalah model managemen sekolah yang tidak memiliki lembaga managemen yang membawahi managemen sekolah. Sekolah seperti ini biasanya berdiri dan berkembang atas inisiatif sekelompok orang yang sekaligus berperan sebagai guru dan pengelola sekolah.
Lembaga atau yayasan yang membawahi biasanya dibentuk kemudian sekedar sebagai persyaratan administratif, terutama terkait dengan aturan hukum. Lembaga atau yayasan tersebut tidak memiliki peran selain administratif dan formalistik, sebab pada dasarnya keberadaannya hanya sebagai formalitas.
Termasuk dalam kategori ini adalah berbagai sekolah atau madrasah di berbagai pelosok daerah yang status hukumnya diatasnamakan lembaga pendidikan Ma�arif dan Muslimat NU. Lembaga-lembaga tersebut hanya berperan sebagai afiliasi organisasi, tetapi secara managemen tidak berperan menentukan visi, misi, dan apalagi sistem dan pembiayaan.
Kelebihan sekolah tipe ini terletak pada �kebebasan� guru dan pengelola sekolah. Mereka tidak tertuntut oleh target-target tertentu dari lembaga yang membawahi, sebab lembaga tersebut tidak lebih tahu urusan sekolah. Hanya saja, kebanyakan sekolah tipe ini tidak berkembang, bahkan kebanyakan menempatkan diri sebagai sekolah �buangan� bagi siswa yang tak diterima di sekolah negeri. Ini dikarenakan guru dan pengelola sekolah menjadi pemikir dan sekaligus pelaksana pengelolaan sekolah. Sekolah tipe ini umumnya rawan konflik, terutama dalam hal rekrutmen tenaga dan saat pergantian kepala sekolah.
2. Patron Simbolik
Sekolah model ini pada dasarnya mirip dengan sekolah tanpa patron. Hanya saja, antara sekolah dan lembaga atau yayasan memiliki hubungan yang relatif dekat dengan guru dan pengelola sekolah. Pengelolaan sekolah sepenuhnya di tangan sekelompok guru dan pengelola sekolah meski keberadaan sekolah berdiri dan berkembang atas inisiatif seseorang atau komunitas sosial di sekitarnya.
Sebagian sekolah dan madrasah yang berafiliasi pada lembaga pendidikan Ma�arif dan Muslimat NU berpola managemen seperti ini. Perbedaan model ini dan sebelumnya terletak pada kedekatan inisiator pendirian sekolah dengan guru dan pengelola sekolah, yang memungkinkan dukungan dalam kegiatan-kegiatan tertentu.
Inisiator pendirian sekolah pada dasarnya tidak tahu menahu detail pengelolaan sekolah dan hanya berperan sebagai pendukung pasif, terutama bilamana ada kegiatan besar seperti pengadaan gedung baru. Patron sekolah berperan menggerakkan dukungan sosial guna membantu mewujudkan kebutuhan sekolah.
Kelebihan dan kekurangan sekolah tipe ini hampir sama dengan sekolah tanpa patron. Sebagian sekolah dapat berkembang pesat dari segi jumlah siswa, karena dukungan masyarakat yang kuat. Sekolah tertentu biasanya menjadi kebanggaan karena jumlah siswanya, meski honorarium gurunya biasanya tak begitu besar. Hanya saja, sekolah tipe ini umumnya rawan konflik, terutama dalam hal rekrutmen tenaga dan saat pergantian kepala sekolah.
3. Semi Patron
Sekolah tipe ini pada dasarnya juga berjalan sepenuhnya di tangan guru dan pengelola sekolah, tetapi pendiri sekolah memiliki pengaruh besar terhadap sikap, perilaku guru dan pengelola sekolah, maupun kebijakan penting di sekolah. Inisiator dan pendiri sekolah berperan menentukan berbagai kebijakan strategis mulai dari menentukan visi dan misi, kebijakan pendidikan, hingga kriteria-kriteria guru dan pengelola sekolah.
Ini terjadi dikarenakan sang inisiator merupakan pihak yang memiliki posisi hukum kuat dan berperan dalam menyediakan berbagai sarana dan pembiayaan. Berdirinya sekolah terjadi akibat inisiatif seseorang atau komunitas, yang hanya dapat berperan dalam menentukan kebijakan-kebijakan besar, tetapi kurang mampu mengelola urusan teknis di sekolah.
Sekolah-sekolah di bawah naungan Muhammadiyah dan sekolah atau lembaga pendidikan yang didirikan oleh para tokoh dan artis pada umumnya menganut model seperti ini. Guru dan pengelola sekolah memiliki kebebasan penuh dalam menentukan berbagai kebijakan sekolah, selama tidak berseberangan dengan garis besar kebijakan sang �pemilik� sekolah.
Sekolah tipe ini biasanya memiliki program dan kebijakan yang lebih terarah karena dukungan tokoh atau organisasi yang kuat. Managemen sekolah memiliki keleluasaan dalam mengelola sekolah, kecuali bila menyimpang dari kebijakan pemilik sekolah. Sebagian sekolah dapat berkembang menjadi sekolah favorit, tetapi sebagian lagi sulit berkembang karena tokoh atau lembaga yang membawahi kurang mampu memberikan arahan yang sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
4. Patron Penuh
Sekolah tipe ini pada umumnya dikelola dengan kriteria yang ketat, mulai dari visi, misi, program kurikulum hingga pembiayaan yang secara detail dirancang dan kendalikan oleh lembaga pendiri dan pemilik sekolah. Sekolah tipe ini biasanya berdiri atas inisiatif seseorang atau komunitas di mana sang inisiator berperan dalam pengelolaan sekolah secara menyeluruh. Selain menentukan visi, misi dan sistem kerja secara luas, lembaga atau yayasan yang membawahi sekolah merancang dan mengendalikan pengelolaan sekolah hingga aspek yang paling detail.
Pengelola sekolah sepenuhnya berperan layaknya manager perusahaan atau kepala sekolah negeri yang segala kebijakan, sikap dan keputusannya harus dikonsultasikan dengan lembaga atau dinas yang membawahi. Sekolah-sekolah swasta bonafide yang berkembang pada kurun sekitar menjelang tahun 2000-an dan sesudahnya pada umumnya menganut model ini.
Sekolah didirikan sebagai hasil rancangan seseorang atau sekelompok orang yang memiliki keahlian di bidang pendidikan, yang mampu merancang dan mengendalikan pengelolaan sekolah hingga aspek yang sangat detail. Guru dan pengelola sekolah pada dasarnya hanya instrumen pengelolaan yang bertugas mewujudkan visi, misi dan kebijakan pemilik sekolah.
Sekolah tipe ini umumnya menempatkan diri sebagai sekolah favorit dengan biaya mahal. Kuatnya managemen menjadikan sekolah mampu memberikan jaminan mutu yang terpercaya di masyarakat. Hanya saja, ketatnya managemen membuat sekolah ini membutuhkan guru dan pengelola sekolah dengan kriteria dan pola kerja yang ketat. Meski mampu memberikan honorarium lebih baik dibanding sekolah kebanyakan, tetapi tak semua orang yang memilih profesi guru memiliki kesiapan mental dan kemampuan untuk mengelola sekolah seperti ini.
0 Response to "4 MODEL KELEMBAGAAN SEKOLAH SWASTA"
Post a Comment