[BOOK REVIEW] : BROKEN VOW
Data Buku
Judul : Broken Vow
Penulis : Yuris Afrizal
Penerbit : Stiletto Book
Halaman : 271 halaman
Tahun : Agustus 2015
Sinopsis
�Kenapa kita harus menikah?� Pertanyaan yang selalu ingin dilontarkan oleh Nadya pada setiap orang, terutama pada kedua orangtuanya yang selalu menanyakan perihal pernikahan. Seakan-akan menikah adalah tujuan akhir hidup seseorang. Jika seseorang tidak menikah, maka itu akan menjadi aib seumur hidupnya.
~Halaman 1~
Aku bertanya dalam hati dengan kalut dan pedih. Aku tak menyangka kalau Nathan berani melanggar sumpahnya untuk mencintaiku selamanya. Aku ingin berteriak histeris dan menghancurkan semua yang ada di depan mataku. Tapi aku tahu, semua itu tidak akan mengembalikan Nathan padaku. Percuma.
~Amara, halaman 8~
Aku hanya bisa diam. Dari jam 4 subuh aku sudah sibuk, dan suamiku tidak sedikit pun membantuku. Aku tahu, aku ibu rumah tangga di sini, tapi aku juga bekerja. Ingin aku mengungkapkan semuanya, tapi pasti jawaban Mas Juna akan sama, �Suruh siapa kamu kerja? Uang dariku memangnya tidak cukup?�.
~Irene, halaman 29~
Menikah. Ini adalah keputusan berat yang harus aku ambil. Umurku tiga puluh tahun, dan orangtuaku sudah panik bukan kepalang melihatku yang tidak ada tanda-tanda akan menikah. Mereka memaksaku, berusaha menjodohkanku dengan siapa saja yang terlintas di kepala mereka. Lelaki yang mereka pilihkan itu baik untuk mereka, tapi tidak untukku. Aku bukannya tidak mau menikah, tapi aku menunggu kepastian. Menunggu kepastian dari seseorang yang ternyata tak kunjung kembali.
~Nadya, halaman 40~
Review
Broken Vow menceritakan tentang tiga wanita yang bersahabat. Masing-masing mereka memiliki kisah hidup, termasuk kisah cintanya sendiri. Amara menikah dengan lelaki tampan, kaya, dan mantan Don Juan. Irene di usia muda dengan seorang bankir. Sedang Nadya terpaksa menikahi sahabatnya sendiri karena kekasih yang telah dipacarinya bertahun-tahun tiba-tiba menghilang.
Tidak ada perjalanan hidup yang mulus. Masing-masing dihadapkan pada permasalahan dengan pasangan. Tiga sahabat yang saling menguatkan, tiba-tiba hubungan mereka retak karena adanya rasa iri di antara mereka. Yeah, seperti kata pepatah. Rumput tetangga selalu nampak hijau dari rumput sendiri. Saat mereka mulai membandingkan kehidupan orang lain dengan kehidupan mereka sendiri, saling cibir pun dimulai.
Mereka tidak menyadari, apa yang tampak pada pandangan mata belum tentu seindah kenyatannya. Amara, Irene, dan Nadya yang biasanya saling berbagi, kini mulai memendam masalah mereka sendiri. Mereka enggan menceritakan masalah mereka seperti biasa sebelum mereka menikah. Ada gengsi yang lebih tinggi yang harus dipertahankan. Padahal saat mereka mulai terbuka satu sama lain, mereka bisa saling membantu dan saling menguatkan.
Saya rasa ini adalah salah satu pelajaran hidup yang baik dari kisah ini. Memang, masalah rumah tangga tidak baik untuk diumbar ke publik. Namun, sharing kepada orang yang tepat dan dapat dipercaya adalah salah satu solusi untuk membantu mencari jalan keluar dan menurunkan ketegangan pikiran.
Ada beberapa hal yang saya suka dari novel ini. Mulai dari covernya yang eye-catching. Dominasi warna coklat dan krem menghadirkan kesan lembut. Kertasnya pun tidak dipilih yang berwarna putih. Ini membuat saya betah membaca berjam-jam tanpa merasa silau dan mata lelah.
Broken Vow ditulis dengan alur maju. Penggunaan bahasa yang ringan dan jalan cerita yang slow, sehingga enak untuk dibaca saat santai. Alur ceritanya pun menarik. Ditulis dengan sudut pandang orang pertama tunggal untuk ketiga tokohnya. Menurut saya ini unik. Meski penulis menggunakan �aku� untuk ketiga tokoh, lalu ada pengulangan untuk beberapa peristiwa dari sudut pandang tokoh yang berbeda, namun tidak membuat saya bingung siapa tokoh yang sedang bercerita.
Broken Vow ditulis dengan alur maju. Penggunaan bahasa yang ringan dan jalan cerita yang slow, sehingga enak untuk dibaca saat santai. Alur ceritanya pun menarik. Ditulis dengan sudut pandang orang pertama tunggal untuk ketiga tokohnya. Menurut saya ini unik. Meski penulis menggunakan �aku� untuk ketiga tokoh, lalu ada pengulangan untuk beberapa peristiwa dari sudut pandang tokoh yang berbeda, namun tidak membuat saya bingung siapa tokoh yang sedang bercerita.
Ada dua tokoh yang saya suka dalam cerita ini. Yang pertama adalah Mama mertua Amara, ibunya Nathan. Meski hanya muncul beberapa kali saja, namun ada salah satu dialognya yang saya suka. Yang intinya adalah ... apapun masalahnya, bermainlah cantik untuk menyelesaikannya. Siipp ... Setuju, Mama ^^
Tokoh yang kedua adalah Amara sendiri. Saya membayangkan Amara adalah perempuan cerdas, tegas, elegan, namun tetap dengan pembawaan kalem. Di antara ketiganya, saya melihat Amara-lah yang lebih mampu merangkul kedua sahabatnya di saat hubungan mereka memanas. Amara pulalah yang masih mampu terlihat tegar meski di dalam dirinya sendiri dia rapuh. Namun sayangnya, saya kurang suka endingtentang Amara. Di akhir cerita Amara berubah dari perempuan manis dan elegan menjadi sosok yang terkesan liar dan penggoda. Ih, sayang sekali L L
Ada sesuatu yang saya dapatkan dari kisah cinta Nadya dan Dion. Memang benar, cinta tidak dapat dipaksakan. Namun seiring berjalannya waktu dengan disirami perhatian dan kasih sayang, cinta itu akan tumbuh. Karenanya, jangan takut membuka hati untuk yang lain. Ahaayy ... Ngomong apa sih saya (^_^") #SambilNunjukDiriSendiri
Cerita ini semakin membuat saya gregetan. Apalagi kisah tentang Irene. Entah karena kebodohan atau cinta buta, dia rela disiksa secara verbal, fisik, dan seksual oleh suaminya. Dia memilih bertahan dan tidak mau mengajukan cerai. Meski pada detik-detik terakhir akhirnya cerai juga, sih. Tapi apa iya, menunggu sampai babak belur, berdarah-darah, bahkan sampai koma. Padahal semua itu tidak hanya berdampak buruk pada dirinya sendiri, namun juga untuk anak-anaknya yang melihat Mamanya disiksa oleh Ayah mereka sendiri. Duh, Mbak Irene. Gemes deh saya jadinya (-_-!)
Cerita ini semakin membuat saya gregetan. Apalagi kisah tentang Irene. Entah karena kebodohan atau cinta buta, dia rela disiksa secara verbal, fisik, dan seksual oleh suaminya. Dia memilih bertahan dan tidak mau mengajukan cerai. Meski pada detik-detik terakhir akhirnya cerai juga, sih. Tapi apa iya, menunggu sampai babak belur, berdarah-darah, bahkan sampai koma. Padahal semua itu tidak hanya berdampak buruk pada dirinya sendiri, namun juga untuk anak-anaknya yang melihat Mamanya disiksa oleh Ayah mereka sendiri. Duh, Mbak Irene. Gemes deh saya jadinya (-_-!)
Hal lain yang mengganggu saya adalah, familiarnya wine dan rokok pada kehidupan ketiga tokoh. Mungkin ini adalah bagian dari penguat cerita untuk menggambarkan kehidupan masyarakat perkotaan modern. Bagi saya yang orang daerah jadi berpikir, sebegitunya kah kehidupan perempuan metropolitan? Entahlah :) :)
Di sisi lain, saya salut dengan penulisnya dalam menyebutkan brand kenamaan untuk menguatkan cerita dan karakter tokohnya. Terutama brand luar negri. Komplit, lho. Pasti risetnya mendalam, hehe :D :D
O iya, buku ini saya rasa untuk segmen pembaca dewasa, ya. Ada beberapa adegan sensual, kekerasan dan intrik kehidupan yang menurut saya lebih tepat dicerna oleh orang dewasa ^^
Skor :
4 dari 5 bintang
Baca juga, ya ...
0 Response to "[BOOK REVIEW] : BROKEN VOW"
Post a Comment