Sekolah Bukan Bengkel
Bengkel adalah tempat yang kita tuju ketika mobil kita rusak, Untuk diperbaiki tentunya. Kita tinggal kirim mobil kita, lalu kita tinggalkan atau tunggui, lalu saat selesai, voila! mobil sudah kembali baik. Oh jangan lupa bayar kewajibannya.
Sekolah bukanlah bengkel sebagaimana anak bukanlah mobil rusak. Hal ini sudah disadari banyak orang tua sehingga dalam pencarian mereka terhadap suatu sekolah, mereka mencari sekolah yang bisa memberi masukan terhadap perjalanan mereka mendidik anak-anak mereka. Orang tua pun kini dalam mencari sekolah mempertimbangkan gaya atau pendekatan dalam mengajar oleh beda-beda sekolah, latar belakang guru-guru, prinsip pendidikan yang dianut oleh sekolah. Mereka mencari sekolah yang satu visi, atau minimal sejalan dengan prinsip mereka dalam mendidik anak.
Maka, semakin banyak pula orang tua yang enggan menyerahkan seratus persen pendidikan anaknya pada sekolah. Hal ini tentu saja sangat baik. Orang tua yang mengambil porsi besar pendidikan anak pada bahunya sendiri, akan mencari sekolah yang bisa dijadikan partner, pendamping, dan kolaborator dalam memberikan yang terbaik pada anak mereka. Pergi ke sekolah bukan lagi sama dengan mengirim anak seharian penuh dan pulang sampai rumah sudah pintar dan soleh, tapi sebagai pelengkap dari apa yang belum dialami anak di rumah. Karena bagaimana pun juga anak meluangkan waktu lebih panjang bersama keluarga dan pengasuh daripada dengan guru, dari total 24 jam sehari.
Anak membawa benih kebaikan dalam dirinya, dan anak mengidap rindu menebarkan berkah benih tersebut pada dunia. Maka tugas kita lah bukan untuk membentuk benih itu menjadi satu jenis tanaman yang seragam, tapi agar benih itu tumbuh menjadi berbagai macam kebaikan dan keindahan di muka bumi agar menjadi berkah bagi sesama manusia, sesama makhluk dan sesama penghuni semesta. Bukan kah itu yang kita harapkan?
Berkah untuk semesta.
Sekolah bukanlah bengkel sebagaimana anak bukanlah mobil rusak. Hal ini sudah disadari banyak orang tua sehingga dalam pencarian mereka terhadap suatu sekolah, mereka mencari sekolah yang bisa memberi masukan terhadap perjalanan mereka mendidik anak-anak mereka. Orang tua pun kini dalam mencari sekolah mempertimbangkan gaya atau pendekatan dalam mengajar oleh beda-beda sekolah, latar belakang guru-guru, prinsip pendidikan yang dianut oleh sekolah. Mereka mencari sekolah yang satu visi, atau minimal sejalan dengan prinsip mereka dalam mendidik anak.
Maka, semakin banyak pula orang tua yang enggan menyerahkan seratus persen pendidikan anaknya pada sekolah. Hal ini tentu saja sangat baik. Orang tua yang mengambil porsi besar pendidikan anak pada bahunya sendiri, akan mencari sekolah yang bisa dijadikan partner, pendamping, dan kolaborator dalam memberikan yang terbaik pada anak mereka. Pergi ke sekolah bukan lagi sama dengan mengirim anak seharian penuh dan pulang sampai rumah sudah pintar dan soleh, tapi sebagai pelengkap dari apa yang belum dialami anak di rumah. Karena bagaimana pun juga anak meluangkan waktu lebih panjang bersama keluarga dan pengasuh daripada dengan guru, dari total 24 jam sehari.
Anak membawa benih kebaikan dalam dirinya, dan anak mengidap rindu menebarkan berkah benih tersebut pada dunia. Maka tugas kita lah bukan untuk membentuk benih itu menjadi satu jenis tanaman yang seragam, tapi agar benih itu tumbuh menjadi berbagai macam kebaikan dan keindahan di muka bumi agar menjadi berkah bagi sesama manusia, sesama makhluk dan sesama penghuni semesta. Bukan kah itu yang kita harapkan?
Berkah untuk semesta.
Berkarya di Sekolah Waldorf
0 Response to "Sekolah Bukan Bengkel"
Post a Comment