Matematika di Sekolah Waldorf
Pertanyaan yang kerap muncul di kepala orang tua yang anaknya beranjak bertumbuh adalah bagaimana caranya anak belajar membaca, menulis dan berhitung? Mungkin ada yang mencari tau, metode apa yang 'praktis'. Saya sendiri sering kewalahan dengan angka, maka pertanyaan saya adalah.. Bagaimana agar anak cinta belajar?
Tulisan ini merupakan inspirasi yang saya terjemahkan dari Manual pendekatan Matematika pada pendidikan Waldorf di sekolah dasar yang ditulis oleh Peter Van Alphen.
Saya menulisnya pagi ini sebelum kembali tidur selepas sahur. Dengan berkaca-kaca tersentuh hatinya merasakan kecintaan seseorang pada apa yang digelutinya. Mungkin ini yang dikatakan berkah ilmu, ketika dihantarkan dengan ketulusan, maka semangatnya sampai pada yang mempelajarinya kemudian.
Matematika bukan favorit saya, namun ada sudut pandang baru hari ini, pintu lain yang terbuka..
Mari kita mulai.
Pendidikan Waldorf menekankan pondasi kesiapan belajar sebelum anak-anak bersekolah akademik secara formal. Misalnya saja pada matematika, perkembangan fisik, emosional sosial serta intelektual perlu dipelihara sebelum nantinya mereka menginjak usia 7 tahun.
Pondasi matematika sudah ada sejak anak lahir hingga beranjak 7 tahun, apa saja yang anak butuhkan agar pada waktunya kelak ia siap untuk belajar dengan baik di jenjang sekolah?
Perkembangan Fisik
- Daya kehidupan
Di tujuh tahun pertama kehidupan anak, tubuhnya sedang aktif bertumbuh. Banyak tugas yang harus dikerjakan tubuh anak di usia emas ini, orang tua juga pengasuh perlu merawat daya kehidupan yang sedang membangun, mengembangkan dan menyempurnakan fungsi tubuh anak, itu mengapa permintaan belajar secara akademik sebaiknya dilakukan ketika anak siap agar tidak menginterupsi daya yang sedang fokus pada tubuh.
- Gerak
Anak yang baru lahir ke dunia ini tidak langsung begitu saja siap untuk menjelajahi dunia ini, berbeda dengan hewan yang sudah bisa berjalan sejak lahir, manusia perlu waktu. Anak mengenal dan mempelajari dunia ini melalui gerak, dari menggerakkan tangan, tubuh, berguling, merangkak hingga perlahan belajar berjalan. Bicara pun merupakan gerak, dari vibrasi di pita suara, gerak bibir, lidah, semua perlu dipelajari untuk membentuk bunyi tertentu.
Semua gerak ini berkaitan erat dengan perkembangan otak, bergerak memampukan sinaps - sinaps (jembatan sel otak) dapat terhubung. Sinaps merupakan bagian dari organ yang berfungsi sebagai dasar untuk berpikir, di masa kanak-kanak lah kesempatan terbaik untuk organ dapat tumbuh dengan sempurna agar anak mendapatkan pondasi yang kokoh untuk menulis, membaca juga berhitung.
Perkembangan Emosi
Anak butuh untuk menjadi manusia yang cinta belajar, rasa percaya diri, dan emosional yang seimbang perlu dibangun sejak lahir hingga usia 7 tahun pertamanya. Keterbatasan pada area ini akan menjadi penghambat anak untuk mau belajar, penting untuk orang tua memelihara kematangan emosi agar anak siap belajar kelak.
Perkembangan Sosial
Kesempatan anak untuk mengasah bagaimana ia berhubungan dengan orang lain, juga memecahkan masalah melalui kesempatan untuk bermain bebas yang bukan distruktur oleh orang dewasa.
Nantinya di jenjang sekolah dasar anak-anak akan belajar bersama dalam kelas ataupun kelompok - kelompok kecil, skill sosial yang baik akan sangat - sangat membantu guru dan murid untuk belajar secara efektif.
Perkembangan Intelektual
Ketika kita membahas kemampuan intelektual, maka artinya juga perkembangan :
- Kemampuan untuk membuat bayangan di luar kepala (yang artinya bisa dibangun lewat dihantarkan dengan cerita, bukan membaca, juga dibangun dengan hal hal yang imajinatif.
- Kemampuan untuk berpikir secara berurutan, yang juga dibangun melalui cerita, mengingat kejadian dalam dongeng yang diceritakan guru, bermain, mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang banyak elemen berhitungnya tanpa kita perlu menamakannya 'berhitung'
- Memori atau daya ingat, yang juga dibangun melalui pengamatan anak-anak akan hal- hal di sekitarnya, melalui lagu, cerita, sajak dan puisi yang indah
- Berpikir , daripada hanya mengulang apa yang guru katakan, bagaimana dengan percakapan alami yang sehari-hari dilakukan guru dan anak didik, melalui mendengarkan orang lain bicara secara bergantian. Bertanya bukanlah tentang menjadi pintar, namun melatih keseimbangan antara berpikir dan merasa hingga bagaimana antar manusia dapat bertukar pikiran. Penting untuk menjaga percakapan sesuai dengan usia anak.
Ketika mencapai usia tujuh hingga empat belas tahun nantinya, akan tetap baik untuk menghantarkan pelajaran pada anak secara imajinatif dan mengandung unsur keindahan, melalui proporsi kegiatan yang menyentuh banyak pengalaman, pun melalui cerita, anak-anak perlu tetap dibimbing untuk menikmati rasa senang dalam belajar, juga keinginan untuk bekerja sebaik mungkin, bukan hanya sesuatu yang asal jadi. Feeling atau rasa perlu dipelihara agar anak merasakan keterkaitan dengan apa yang sedang dipelajari pembelajaran hendaklah mengalir, bukan abstrak dan kering.
Penting bagi guru maupun orang tua untuk peduli pada bagaimana caranya mengajar, jangan sampai kita merampas kesenangan dan semangat anak dalam belajar. Ini dapat dicapai dengan mengajar secara imajinatif, melalui cerita, lagu, gambar yang indah, juga gerak agar kecintaan untuk belajar terus menyala.
Imajinasi adalah benih-benih kehidupan, memberi ruang dalam kepala anak untuk menciptakan gambarannya tersendiri, menghadirkan pelajaran yang dihantarkan lewat seni akan memelihara kemauan perasaan dan pikirannya agar proses belajar itu sendiri dapat sehat dan seimbang.
(Ditulis oleh Nanda Indriana)
0 Response to "Matematika di Sekolah Waldorf"
Post a Comment