SAAT STAF TU BERKUASA
Beberapa waktu lalu beberapa mahasiswa kompalin nilai. "Pak, nilai kita kok semuanya B?" Sudah barang tentu aku kaget mendengarnya. Kontan aku berfikir jangan-jangan nilaiku di-drop sama TU. Soalnya di perguran tinggi memang ada aturan yang menyatakan, bahwa bila dosen terlambat menyerahkan nilai, maka bagian akademik berhak memberikan nilai B untuk seluruh mahasiswa.
Aku sendiri sebenarnya sudah selesai memberikan nilai pada mahasiswa bahkan jauh hari sebelum UAS diselenggarakan. Nilai tersebut, meski hanya dalam bentuk rekapannya saja aku up load di salah satu blog mata kuliahku. Karena itu wajar bila mahasiswa yang sudah tahu nilainya A terkejut dengan nilai yang keluar.
Segera saja aku berfikir untuk memberikan revisi nilai saja pada mahasiswa. Dengan cara ini, paling tidak mereka yang seharusnya memperoleh nilai lebih baik (A) dapat memperoleh haknya. Soalnya, selama ini mahasiswa yang komplain nilai bisa melakukan revisi nilai, dengan berbekal memo dosen yang bersangkutan. Sementara mahasiswa yang mestinya memperoleh nilai lebih rendah bahkan tidak memperoleh nilai dapat tersenyum bahagia karena tertolong oleh pekerjaan staf Tata Usaha.
Rupanya tidak demikian. Staf TU bersikukuh tidak bersedia merevisi, bahkan sebagian menyikapinya dengan marah-marah. Dengan berdalih bahwa ini sudah keputusan PD 1 mereka tidak bersedia merevisi nilai. Aneh. Padahal ketika aku tanyakan pada PD 1, yang bersangkutan mempersilakan saja. Penilaian memang seharusnya menjadi otoritas dosen, bukan lembaga, apalagi staf TU.
Sebenarnya jauh hari aku sudah mencetak nilai matakuliahku, tapi terus terang aku sendiri lupa apakah sudah aku serahkan atau belum. Itu masalahnya. Kalaupun ternyata aku belum menyerahkan sampai deadline terakhir, seharusnya masih mungkin diberikan pemberitahuan, lewat telepon atau SMS.
Ini kan bukan jaman prasejarah? Banyak teknologi bisa dipakai mengingatkan bila memang dosen belum menyerahkan nilai di hari-hari terakhir. Apalagi tidak ada bukti hitam di atas putih penyerahan nilai dari dosen ke staf TU. Bila ternyata dosen sudah menyerahkan dan hilang di tangan mereka, apa berarti itu kesalahan dosen juga, dan mereka berhak men-drop nilai begitu saja?
Entahlah, mungkin orang lebih suka main kuasa dari pada berkomunikasi secara baik-baik. Kayaknya ini jadi moment spesial bagi staf TU untuk menunjukkan kekuasaannya pada dosen dan mahasiswa. Apalagi memang ada paradigma kecemburuan mereka terhadap dosen. Mereka merasa bekerja lebih berat dan lebih keras dibanding dosen, sehingga ada saat di mana mereka tidak perlu menghargai dosen dengan membuat nilai sendiri.
Meski kecewa, aku sendiri sebenarnya tidak terlalu dirugikan dengan kejadian ini, tapi kasihan mahasiswa yang seharusnya memperoleh nilai baik.
Aku sendiri sebenarnya sudah selesai memberikan nilai pada mahasiswa bahkan jauh hari sebelum UAS diselenggarakan. Nilai tersebut, meski hanya dalam bentuk rekapannya saja aku up load di salah satu blog mata kuliahku. Karena itu wajar bila mahasiswa yang sudah tahu nilainya A terkejut dengan nilai yang keluar.
Segera saja aku berfikir untuk memberikan revisi nilai saja pada mahasiswa. Dengan cara ini, paling tidak mereka yang seharusnya memperoleh nilai lebih baik (A) dapat memperoleh haknya. Soalnya, selama ini mahasiswa yang komplain nilai bisa melakukan revisi nilai, dengan berbekal memo dosen yang bersangkutan. Sementara mahasiswa yang mestinya memperoleh nilai lebih rendah bahkan tidak memperoleh nilai dapat tersenyum bahagia karena tertolong oleh pekerjaan staf Tata Usaha.
Rupanya tidak demikian. Staf TU bersikukuh tidak bersedia merevisi, bahkan sebagian menyikapinya dengan marah-marah. Dengan berdalih bahwa ini sudah keputusan PD 1 mereka tidak bersedia merevisi nilai. Aneh. Padahal ketika aku tanyakan pada PD 1, yang bersangkutan mempersilakan saja. Penilaian memang seharusnya menjadi otoritas dosen, bukan lembaga, apalagi staf TU.
Sebenarnya jauh hari aku sudah mencetak nilai matakuliahku, tapi terus terang aku sendiri lupa apakah sudah aku serahkan atau belum. Itu masalahnya. Kalaupun ternyata aku belum menyerahkan sampai deadline terakhir, seharusnya masih mungkin diberikan pemberitahuan, lewat telepon atau SMS.
Ini kan bukan jaman prasejarah? Banyak teknologi bisa dipakai mengingatkan bila memang dosen belum menyerahkan nilai di hari-hari terakhir. Apalagi tidak ada bukti hitam di atas putih penyerahan nilai dari dosen ke staf TU. Bila ternyata dosen sudah menyerahkan dan hilang di tangan mereka, apa berarti itu kesalahan dosen juga, dan mereka berhak men-drop nilai begitu saja?
Entahlah, mungkin orang lebih suka main kuasa dari pada berkomunikasi secara baik-baik. Kayaknya ini jadi moment spesial bagi staf TU untuk menunjukkan kekuasaannya pada dosen dan mahasiswa. Apalagi memang ada paradigma kecemburuan mereka terhadap dosen. Mereka merasa bekerja lebih berat dan lebih keras dibanding dosen, sehingga ada saat di mana mereka tidak perlu menghargai dosen dengan membuat nilai sendiri.
Meski kecewa, aku sendiri sebenarnya tidak terlalu dirugikan dengan kejadian ini, tapi kasihan mahasiswa yang seharusnya memperoleh nilai baik.
0 Response to "SAAT STAF TU BERKUASA"
Post a Comment