[BOOK REVIEW] : COCKTAILS FOR THREE
Detail Buku
Judul : Cocktails for Three
Penulis : Sophie Kinsella
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 440 Halaman
Sinopsis
Candice Brewin bekerja di kantor redaksi Londoner. Dia bersama kedua rekannya, Roxanne Miller dan Maggie Phillips, berkumpul di Manhattan Bar sebulan sekali untuk berpesta cocktail. Suatu hari Candice bertemu dengan Heather Trelawney, teman sekolahnya dulu. Pertemuan itu tidak hanya membawa kenangan masa kecilnya namun juga tragedi masa lalu yang pernah terjadi di antara keluarga mereka.
Semua berawal dari kegagalan investasi yang dilakukan Frank Trelawney, ayah Heather, di perusahaan Gordon Brewin, ayah Candice. Kegagalan itu tidak hanya membuat ayah Heather bangkrut tapi juga memaksa Heather berhenti dari sekolah. Semua kekacauan ini terungkap saat justru setelah ayah Candice meninggal.
�Bukan bursa saham yang menghancurkan kehidupan Frank Trelawney. Tapi ayahku.�
~Halaman 31~
�Maggie, kau kan tahu Heather tidak punya kesempatan kecuali kau merekomendasikannya. Khususnya jika Justin tahu Heather ada hubungannya denganku!�
~Halaman 38~
Justin adalah redaktur featur yang menggantikan Maggie sebagai pemimpin redaksi, sementara Maggie cuti untuk melahirkan. Di sisi lain, Justin adalah mantan pacar Candice. Saat pertama bertemu, Justin adalah sosok sempurna. Pengalaman kerja di New York Times dengan reputasi intelektual tinggi dan segudang koneksi mengagumkan. Setelah mereka pacaran, Justin adalah bencana. Sikapnya yang bossy, angkuh, suka meremehkan orang lain dan suka menghabiskan waktu 3x lebih lama dari Candice hanya untuk berangkat ke kantor. Semua itu menyebalkan Candice hingga akhirnya mereka putus. Namun karena mereka adalah rekan sekantor, dan lebih menyebalkan lagi Justin kini adalah atasannya, Candice harus besikap baik padanya. Terutama saat Candice mencoba memasukkan Heather ke Londoner.
Candice mulai melihat sejauh mana kesombongan Justin, sebesar apa keangkuhannya, dan pada akhirnya �dengan mengguncangkan- Justin ternyata menganggap Candice bukan tandingannya secara intelektual.
~Halaman 64~
Perasaan bersalah rupanya sangat menghantui Candice. Dia ingin membayar semua kesalahan ayahnya dan sangat berbaik hati pada Heather. Dia tidak hanya memberi pekerjaan pada Heather tapi juga mengajaknya tinggal di apartemennya. Dia memberikan segalanya.
�Jangan konyol!� ujar Candice, berbalik. �Dan tentu saja aku tidak keberatan. Silahkan saja.� Ia tertawa. �Milikku adalah milikmu.�
~Halaman 197~
Semua ini disadari oleh Heather. Dan Heather memiliki agenda tersembunyi. Termasuk memanfaatkan Candice untuk mengambil hati teman-teman di kantor, terutama atasan mereka, Justin. Heather meminta Candice membantunya menulis artikel yang diakuinya sebagai tulisannya, bahkan dia mencuri ide Candice dan mengaku bahwa itu adalah idenya. Semua itu mendatangkan pujian bagi Heather, tapi tidak bagi Candice.
�Temanmu itu kerjanya bagus, omong-omong. Dia mendatangiku dengan ide hebat untuk artikel tempo hari,� kata Justin. �Aku terkesan.�
~Halaman 209~
Ini menjadi awal bencana. Heather memanfaatkan kebaikan hati Candice dan juga perasan bersalahnya. Candice menjadi buta dengan perasaan bersalahnya, tapi tidak dengan teman-temannya. Mereka terus mencoba membuat Candice sadar akan kebuasan Heather. Tapi Candice tidak peduli. Dan sikapnya inilah yang membuat hubungan Candice dengan teman-temannya menjadi berantakan. Heather juga membuat banyak fitnah yang mengarah kepada Candice hingga Candice hampir di pecat.
�Tentu saja itu urusan kalian,� ucap Roxanne lembut. � Sejauh dia tidak memanfaatkanmu.�
~Halaman 188~
�Sudah, lupakan saja,� kata Roxanne. �Jelas kau tidak bisa melihat ada yang salah dengan sahabat barumu itu ��
~Halaman 277~
�Dai aneh,� kata Ed. �Kau pasti sudah menyadarinya.�
~Halaman 287~
Saat Candice sedang terpuruk dengan situasi di kantor dan juga hubungan dengan teman-temannya, hanya satu orang yang bisa diajaknya bicara. Ed Armitage, seorang pengacara korporasi di biro hukum besar di City. Ed memiliki berpenghasilan besar dengan jam kerja panjang. Dia tidak bisa berasa-basa dan mustahil bersikap santai. Ed juga tidak punya kehidupan di luar kantor dan tidak punya pacar. Dialah lelaki konyol, tetangga apartemen Candice yang selama ini mengganggunya. Lebih tepatnya, sedang mendekati Candice dengan caranya yang berbeda. Meski awalnya Candice menganggap Ed adalah penggangu, namun pada akhirnya Ed-lah yang membukakan mata Candice dan memberinya semangat untuk bangkit.
Review
Novel ini adalah salah satu novel yang memberi saya banyak pelajaran hidup. Setiap orang, siapapun itu, pasti memiliki masa lalu. Masa lalu tersebut tidak selalu menyenangkan, terkadang bahkan, kita ingin melupakannya. Tapi bagaimana pun juga, masa lalu adalah bagian dari hidup kita. Karena masa lalu pula, kita berada di titik kehidupan yang sekarang ini.
Di novel ini diceritakan betapa Candice terjebak pada masa lalu, pada masalah yang sebenarnya tidak pernah dia lakukan. Namun dia merasa harus bertanggung jawab karena ini menyangkut orang yang dicintainya, yaitu ayahnya. Ayahnya telah melakukan kesalahan hingga menyebabkan orang lain sengsara. Candice ingin memperbaiki semuanya dengan berbaik hati padanya. Saya rasa ini sikap yang baik, tapi bukan berarti Candice harus mengorbankan segalanya. Ada batasan tegas yang harus dibuat, mana yang bisa diberikan, mana yang harus tetap dipertahankan. Jangan sampai kebaikan kita dimanfaatkan, apalagi oleh orang yang tidak tahu diri <-- Pelajaran buat saya ^^
Cerita ini memiliki alur maju, dengan mengisahkan tentang persahabatan. Bagaimana sahabat dapat saling menguatkan satu sama lain, saling membantu dan juga saling mengingatkan. Saat kita dibutakan oleh sesuatu, ada sahabat yang memberi masukan. Tidak semua yang mereka katakan lantas kita telan bulat-bulat, tapi tidak pula kita mentahkan semua. Bukan bermaksud ikut campur, tapi coba dengarkan, siapa tahu apa yang mereka katakan ada benarnya.
Cerita ini ditulis dengan sangat apik. Feeling-nya dapet banget. Entah kenapa saya bisa baper. Terutama saat Candice terpuruk, karirnya hancur, demikian pula persahabatannya. Ada perasaan nyesss ... Dan saya ikut tenggelam dalam kesedihannya, hehe (^^,,) Etapi, bukan itu saja. Saat Heather memanfaatkan Candice, dan sikap Candice yang justru berbaik hati terhadapnya membuat saya gemas. Ingin rasanya saya menarik Candice dan menunjukkan kebodohannya, seperti yang coba dilakukan teman-temannya :D :D
Untungnya, Candice punya tetangga semacam Ed. Dan benar kata pepatah, don't judge a book by its cover. Jangan menilai buku dari tampilannya. Meski terkadang yang membuat kita tertarik pertama kali adalah covernya, hehe ^^' Tapi maksudnya, apapun bisa terjadi. Yang kelihatannya baik, bisa juga dalamnya busuk. Yang tampilan luarnya berantakan, ternyata hatinya baik. Jika membandingkan 2 cowok yang ada dalam cerita ini, yaitu Ed dan Justin, pepatah ini ada benarnya. Justin sebagai pria perfect yang didukung intelektualitas dan koneksi yang meyakinkan, ternyata memiliki sikap yang menjengkelkan. Di sisi lain, Ed dengan kehidupan yang santai dan easy going, sering membuat Candice uring-uringan dengannya. Tapi justru Ed-lah yang pada akhirnya memberikan kenyamanan dan dukungan kepada Dandice.
Skor
Empat dari lima bintang untuk pelajaran hidup yang sarat makna.
0 Response to "[BOOK REVIEW] : COCKTAILS FOR THREE"
Post a Comment